Materi Penyuluhan





 


STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE ( SOP )

BUDIDAYA TANAMAN PADI





Perkembangan padi di Indonesia sangar fluktuatif.  Ketajaman fluktuasi akan berdampak luas terhadap system tata negara yang sebagian besar rakyatnya memilih padi sebagai makanan pokok.  Padi juga dapat bersifat politis, karena cukup padi berarti cukup pangan. Dalam negara yang cukup pangan gejolak politik jarang terjadi. pangan.  Dalam Negara yang cukup pangan gejolak politik jarang terjadi.

Produksi padi di Indonesia dapat digolongkan ke dalam tiga masa produksi, yaitu masa sebelum intorduksi verietas unggul (sebelum tahun 1965), masa awal pemakaian teknologi modern (1965-1975) dan masa produksi padi super intensif (1975 - sekarang
A.  Masa Sebelum 1965
Pada masa ini padi masih diusahakan secara tradisionil dengan teknologi konvensional.  Padi ditanam di ladang atau sawah tadah hujan .  Hanya sedikit sawah yang berpengairan setengah teknis yang tersedia
Varietas padi yang ditanam adalah varietas local yang memiliki umur panjang, anakan sedikit, dan daya hasil rendah.  Sistem pengairan belum didukung oleh bendungan  yang berskala besar.  Teknologi konservasi dan pemupukan masih rendah.  Umumnya padi hanya ditanam sekali dalam setahun.
Beberapa varietas yang banyak ditanam waktu itu ialah mas, intan, cahaya, fajar, pelopor, bengawan, peta, salak (1940), sigadis, remaja, dan jelita (1950).  Pada awal 1960-an varietas yang ditanam adalah dara, sinta, dewi tara, arimbi dan batara, seperti tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.  Varietas unggul padi sawah yang dilepas selama periode 1943 – 1965

Varietas
Tahun dilepas
Umur (hari)
Kisaran hasil (t/ha)
Rasa nasi
Bengawan
1943
155
3,5
Enak
Sigadis
1953
145
3,5
Enak
Remaja
1954
155
4,0
Enak
Jelita
1955
155
4,0
Enak
Dara
1960
140
3,0
Enak
Syntha
1963
145
3,5
Enak
Dewi Tara
1964
148
4,0
Enak
Arimbi
1965
150
4,0
Enak

Sumber  : Bank Informasi Teknologi Padi, 2007.  Badan Penelitian dan Pengembangan
                 Pertanian, Departemen Pertanian.

Varietas-varietas tersebut memiliki cirri-ciri umur dalam ( 105 – 160 hari ), jumlah anakan sedikit ( 6 – 12 anakan per rumpun ), tinggi tanaman ( 145 – 180 cm ), dan tidak tanggap terhadap pemupukan
Jumlah anakan, tinggi tanaman dan sifat tanggap terhadap pupuk merupakan factor yang menentukan terhadap tingkat produksi suatu varietas.  Jumlah anakan produktif per rumpun akan menentukan jumlah malai per rumpun.  Makin tinggi jumlah anakan per rumpun , makin tinggi jumlah malai, berarti makin tinggi potensi hasil suatu varietas
Pada masa ini, produksi padi di Indonesia rata-rata hanya 1 – 1,5 ton per ha.
Demikian pula di Malaysia, Filipina, dan Pakistan. Hanya Jepang yang sudah menacapai produksi 2,5 ton/ha. Di negara-negara Amerika Latin, seperti Kolombia. Ekuador, Brazil,  dan Panama, rata-rata hasil yang dicapai 1,6 ton/ha.  Rendahnya prosuksi padi tersebut merupakan rendahnya rasio ketersediaan pangan, sehingga sering terjadi kelaparan
B.  Masa Awal Pemakaian Teknologi Modern
Periode ini diawali dengan pengenalan varietas padi yang agak pendek, memiliki banyak anakan, tanggap terhadap pemupukan (terutama Nitrogen) dan daya hasil tinggi.  Areal pertanaman padi pada saat itu mulai didukung oleh vasilitas produksi yang memadai.  Bendungan dibangun dan persediaan pupuk mulai diupayakan
Seiring dengan peningkatan sarana produksi, ssitem pendidikan yang langsung ditujukan ke petani juga ditingkatkan. Produksi padi mulai naik tajam dan secara nasional keadaan pangan di Indonesia mulai membaik.
Periode ini dapat disebut periode awal perbaikan produksi padi. Sejak tahun 1966  varietas padi dan galur-galur  harapan sudah mulai dikenal  oleh Pusat Penelitian Padi Internasional (IRRI) di Filipina.  Misalnya IR 5 dan IR 8 yang di Indinesia disebut Peta Baru 5 dan Peta Baru 8 (PB5 dan PB 8). Sejak itu pula banyak varietas-varietas padi yang dilepas di Indonesia, baik yang berasal dari IRRI maupun dari Pusat Penelitian di dalam negeri , seperti tercantum dalam Tabel 2, dibawah ini.
            Tabel 2.  Varietas unggul padi sawah yang dilepas selama periode 1966 – 1975

Varietas
Tahun dilepas
Umur (hari)
Kisaran hasil (t/ha)
Rasa nasi
PB5
1967
140
4,5-5,5
Kurang
PB8
1967
125
4,5-5,5
Kurang
C 4
1969
130
4,5-5
Enak
Bathara
1969
148
4,5
Enak
Dewi Ratih
1971
140
4-6
Enak
Pelita 1-1
1971
135
5-8
Enak
PB20
1074
125
3-4
Sedang
PB26
1975
125
4-5
Kurang
PB28
1975
109
Tinggi
Kurang
PB30
1975
112
tinggi
Kurang

Sumber  : Bank Informasi Teknologi Padi, 2007.  Badan Penelitian dan Pengembangan
                 Pertanian, Departemen Pertanian.

Pada periode ini lebih dari 90 % areal padi ditanami varietas unggul yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
Berumur genjah (109-145 hari). Umur genjah akan memberikan peluang lebih besar untuk meningkatkan intensitas tanam dari efisiensi penggunaan lahan, yang akhirnya meningkatkan produksi per satuan luas.
Tinggi tanaman pendek, pada umumnya memiliki ketinggian antara 80-130 cm.  Sifat ini sangfat baik karena tanaman tidak mudah rebah karena gangguan angin, hujan dan pupuk N yang terlalu tinggi.
Tanggap terhadap pemberian pupuk. Padi unggul tanggap terhadap pupuk yang tinggi (sampai 300 kg Urea/ha). Ini akan mendukung daya hasil yang tinggi.
Banyak anakan. Padi unggul mempunyai jumlah anakan sampai 35 anakan.
C.  Masa Swasembada Pangan
Berbagai usaha yang dirintis pada periode sebelumnya memberikan dampak yang sangat positif.  Varietas padi yang semula hanya ditujukan untuk memperoleh hasil yang tinggi, kini disempurnakan dengan rasa nasi yang sesuai dengan permintaan masyarakat.  Disamping itu, introduksi varietas-varietas dari IRRI yang sesuai dengan iklim dan kebutuhan Indonesia  terus dilakukan.  Banyak pilihan  varietas hasil temuan pusat-pusat penelitian di Indonesia  agar petani mempunyai banyak pilihan alternatif.
            Tabel 3.  Varietas unggul padi sawah yang dilepas selama periode 1976 –
                             sekarang

Varietas
Tahun dilepas
Umur (hari)
Kisaran hasil (t/ha)
Rasa nasi
Gemar
1976
140
4-7
Sedang
Adil
1976
140
5-8
Kurang
Makmur
1976
140
5-8
Kurang
Pelita 1-2
1978
135
5-8
Enak
Serayu
1978
130
4-7
Kurang
Asahan
1978
125
4-7
Enak
Brantas
1978
130
4-7
Kurang
Citarum
1980
130
4-7
Enak
Semeru
1980
120
4-7
Kurang
Cisadane
1980
140
5-8
Enak
Cimandiri
1980
140
4-7
Enak
Ayung
1980
140
5-7
Ketan
Cipunegara
1981
130
5-8
Enak
Krueng Aceh
1981
130
5-8
Enak
Batang Agam
1981
150
5-8
Sedang
Atomita 1
1982
125
5-8
Enak
Atomita 2
1983
125
5-8
Enak
Sadang
1983
125
5-8
Enak
Bahbolon
1983
125
5-8
Kurang
Porong
1983
110
5-8
Enak
Bogowonto
1983
115
5-8
Enak
Kalara
1983
105
5-8
Kurang
Citanduy
1983
120
5-8
Sedang
Sikapundung
1984
115
5-8
Enak
Batang Ombilin
1984
140
4-7
Kurang
Tuntang
1985
120
5-8
Kurang
Cisokan
1985
115
5-8
Kurang
Progo
1985
120
5-8
Kurang
Bahbutong
1985
120
4-7
Enak
Batang Pane
1985
120
5-8
Enak
Cimanuk
1985
117
5-8
Kurang
Cisanggarung
1985
130
5-8
Enak
Tajum
1985
125
4-7
Sedang
IR 64
1986
115
5
Enak
Dodokan
1987
105
4-7
Enak
Jangkok
1987
100
4-7
Enak
Ciliwung
1988
121
5-8
Enak
Walanai
1989
125
5-8
Sedang
Lusi
1989
135
5-8
Ketan
Way Seputih
1989
125
5-8
Enak
IR 66
1989
115
5-8
Sedang
IR 72
1989
120
5-8
Kurang
IR 70
1989
130
5-8
Kurang
C 22
1989
135
3-4
Kurang
Batang Sumani
1989
140
5-8
Sedang
Barumun
1991
130
5-8
Enak
Atomita 4
1991
120
5-8
Enak
Cenranae
1991
115
5-8
Pera
Lariang
1991
115
5-8
Sedang
IR 74
1991
115
4-6
Enak
Bengawan Solo
1993
117
4,5-5,5
Enak
IR 68
1993
126
5-6
Kurang
Cibodas
1995
123
6,9
Sedang
Membramo
1995
115
6,5
Enak
Batang Anai
1996
115
4,5-10
Pera
Cilosari
1996
120
6,5
Enak
Digul
1996
125
5-7
Pera
Cilamaya Muncul
1996
130
5-6
Enak
Maros
1996
115
4,5-9
Enak
Way Apo Buru
1998
125
5-8
Enak
Widas
1999
115-125
5-7
Enak
Ketonggo
1999
120
5-6
Ketan
Tukad Balian
2000
110
4-7
Enak
Tukad Unda
2000
110
4-7
Enak
Tukad Petanu
2000
120
4-7
Enak
Cisantana
2000
118
5-7,8
Enak
Ciherang
2000
116-125
5-7
Enak
Kalimas
2000
130
8-9,7
Enak
Bondoyudo
2000
115
8,4
Sedang
Singkil i
2001
110-115
4-8
Enak
Sintanur
2001
120
6
Enak
Cimelati
2001
120
7
Enak
Mkonawe
2001
110-120
5-8
Enak
Batang gadis
2001
110
6,4
Enak (Wangi)
Ciujung
2001
105
5,1
Kurang
Conde
2001
120
6,8
Enak
Angke
2001
115
6,8
Enak
Wera
2001
115
6,1
Enak
Sunggal
2002
115-125
5-8
Enak
GH.B10299B-Mr-116-2-3-5-1
2002
120
4,73
Ketan Hitam
Gilirang
2002
120
6-7
Enak (Wangi)
Cigeulis
2002
115-126
5-8
Enak
Stail
2002
120
4,7
Ketan
Luk Ulo
2003
112-119
5-7
Enak
Cibogo
2003
115-125
4,3-8,1
Enak
Batang Piaman
2003
100-131
6,27
Kurang
Batang Lembang
2003
120
6,17
Kurang
Ciapus
2003
109
105-115
Enak
Fatmawati
2003
1005
6-9
Enak
Pete
2003
124
7
Enak
Mekongga
2004
116-125
4-6
Enak
Sarinah
2006
115
8,3
Enak
Ciasem
2006
115
5,7
Ketan Putih
S
Sumber  : Bank Informasi Teknologi Padi, 2007.  Badan Penelitian dan Pengembangan
                 Pertanian, Departemen Pertanian.


PERTUMBUHAN DAN MORFOLOGI TANAMAN
A.  Fase Pertumbuhan
Uraian fase-fase pertumbuhan padi ini disajikan berdasarkan informasi/data dan karakteristik I64, varietas unggul berdaya hasil tinggi, semidwarf (tinggi sedang), namun secara umum berlaku juga untuk varietas lainnya. Manual acuan ini akan memudahkan anda untuk mengenali 3 fase pertumbuhan dasar tanaman padi dan tahapan perkembangan pada setiap fase.
Mengidentifikasi tahapan pertumbuhan tanaman padi menurut skala 0-9. Setiap angka pada skala berkaitan dengan tahapan pertumbuhan spesifik. Menerangkan perubahan fisik spesifik dalam pertumbuhan tanaman padi.

B. Tiga Fase Pertumbuhan

Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam 3 fase :
1. Vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan malai);
2. Reproduktif (pembentukan malai sampai pembungaan); dan
3. Pematangan (pembungaan sampai gabah matang)
Di daerah tropis, fase reproduktif 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari.
Perbedaan masa pertumbuhan ditentukan oleh perubahan panjang waktu fase vegetatif.  Sebagai contoh, IR64 yang matang dalam 110 hari mempunyai fase vegetatif 45 hari, sedangkan IR8 yang matang dalam 130 hari fase vegetatifnya 65 hari.
C.   Tahapan Pertumbuhan 0 – 9
Ketiga fase pertumbuhan terdiri atas 10 tahap yang berbeda. Tahapan tersebut berdasarkan urutan adalah sebagai berikut :
Tahap 0, adalah sejak berkecambah sampai muncul ke permukaan :
Tahap 1, disebut pertunasan :
Tahap 2, adalah pembentukan anakan :
Tahap 3, adalah pemanjangan batang :
Keempat tahap pertama ini merupakan fase vegetatif, awal dari pertumbuhan tanaman padi.
Tahap 4, adalah pembentukan malai sampai bunting :
Tahap 5, adalah keluarnya bunga atau malai :
Tahap 6, adalah pembungaan :
Tahap 4, 5 dan 6 membentuk fase reproduksi, fase kedua dari pertumbuhan padi.
Tahap 7, adalah tahap gabah matang susu :
Tahap 8, adalah gabah matang adonan (dough rain) :
Tahap 9, adalah gabah matang penuh:
Tahap 7 – 9, merupakan fase pematangan, fase akhir dari perkembangan pertumbuhan tanaman padi.
D.  Benih Hibrida
Hibrida adalah produk persilangan antara dua tetua padi yang berbeda secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat maka hibrida turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi daripada kedua tetua tersebut.
Keunggulan padi hibrida adalah 1) hasil yang lebih tinggi daripada hasil padi unggul biasa dan 2) vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma, dan
Sedangkan kekurangan padi hibrida adalah 1) harga benih mahal, dan petani harus membeli benih baru setiap tanam, karena benih hasil panen sebelumnya  tidak dapat dipakai untuk pertanaman berikutnya, 2) tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padi hibrida.
Untuk memproduksi hibrida, perlu ada sistem produksi dan distribusi benih nasional, program jaminan mutu nasional, dan kemampuan nasional untuk mengawasi produksi galur dan benih. Catatan, meskipun pada awalnya terdapat banyak kekhawatiran, kini tersedia hibrida dengan kualitas gabah yang baik dan ketahanan yang lebih baik terhadap hama dan penyakit.
Untuk memproduksi benih hibrida, perlu ada:
1. Galur mandul jantan (GMJ atau Galur A atau CMS line) – varietas padi tanpa     Serbuk-sari yang hidup dan berfungsi yang dianggap sebagai tetua betina dan menerima serbuksari dari tetua jantan untuk menghasilkan benih hibrida.
2  Galur Pelestari (Galur B atau Maintainer Line). – varietas atau galur yang berfungsi untuk memperbanyak atau melestarikan keberadaan GMJ.
3. Tetua jantan (Restorer) – varietas padi dengan fungsi reproduksi normal yang dianggap sebagai tetua jantan untuk menyediakan serbuk sari bagi tetua betina di lahan produksi benih yang sama.
4. Benih padi hibrida dapat dihasilkan (diproduksi) dengan cara menyilangkan antara GMJ dengan Restorer yang terpilih secara alami di lapang.
Pertimbangan utama dalam pengelolaan benih hibrida mencakup:
1. Sinkronisasi saat berbunga. Kedua tetua harus berbunga pada saat yang sama. Oleh
karena itu,tanggal-tanggal penanaman dari kedua tetua seringkali harus bervariasi.
2. Penyerbukan tambahan. Untuk membantu penyebaran serbuksari, tali atau kayu
seringkali digunakan untuk meningkatkan penyebaran serbuksari dari galur tetua jantan ke tetua betina.
3. Aplikasi Giberellic Acid (GA). GA meningkatkan munculnya malai tetua betina dari
pelepah daun yang meningkatkan kemampuan tetua betina untuk menerima serbuk sari dari tetua jantan.
4. Rouging (seleksi). Tujuannya untuk memperoleh hasil benih yang murni. Rouging dilakukan sejak fase vegetatif sampai menjelang panen. Periode paling kritis adalah antara sejak mulai keluar bunga sampai dengan fase tetua jantan tidak menghasilkan serbuksari lagi.
Varietas padi hibrida yang sudah dilepas sampai saat ini lebil dari 20, di antaranya : Intani 1, Intani 2, Rokan, Maro, Miki 1, Miki 2, Miki 3, Longping Pusaka 1, Longping Pusaka 2, Hibrindo R-1, Hibrindo R-2, Batang Samo, Hipa 3, Hipa 4, PP1, Adirasa, Mapan 4, Manis 5, Bernas Super, dan Bernas Prima.
            Tabel 4.  Varietas Padi Hibrida yang dilepas Tahun 2001 sampai dengan
                             Sekarang                

Varietas
Tahun dilepas
Umur (hari)
Kisaran hasil (t/ha)
Rasa nasi
Intani-1
2001
108-118
8,7-11,2
Enak
Intani-2
2001
108-116
8,36-9,9
Enak
Rokan
2002
115
9,24
Enak
Maro
2002
113
8,85
Enak
HIPA 3
2004
116-120
8,5
Sedang
HIPA 4
2004
114-116
7,83-10,43
Kurang

Sumber  : Bank Informasi Teknologi Padi, 2007.  Badan Penelitian dan Pengembangan
                 Pertanian, Departemen Pertanian.

Untuk informasi lebih lanjut: Kunjungi petunjuk mengenai hibrida di Rice Knowledge Bank (www.knowledgebank.irri.org)
International Rice Research Institute (IRRI) © 2006, IRRI, All Rights Reserved, Nov 2006

SEMAI DAN TANAM
A.    Pesemaian
Persiapkan Benih Padi  sejumlah 20 kg untuk kebutuhan pertanaman seluas 1 Ha. Kemudian siapkan juga lahan bedengan untuk pembibitan seluas minimal 800 m2 untuk pertanaman 1 ha. Buatkan pagar plastik untuk mencegah adanya serangan tikus.  Lakukan pengolahan tanah yang baik untuk tempat persemaian, kemudian dibuatkan bedengan lebar  150 cm dan panjang secukupnya dan kemudian tanah diratakan dengan baik dan diberikan pengairan setinggi permukaan bedengan. (agar anakan berkembang sempurna).
Benih kemudian ditebar merata pada permukaan bedengan dengan 50 gram per m2 dan kemudian dilapisi tanah lumpur basah.  Air dijaga agar tidak menggenangi bedengan sebelum bibit dengan phase 1 batang dan 1 daun dan bedengan dijaga agar tetap basah.  Setelah phase tersebut diberikan genangan air.
Pada saat 5-7 Hari setelah tebar berikan apliaksi dengan pemupukan dengan Urea dengan dosis 4 Kg/Ha dan 15 Hari setelah tebar dng dosis 3 Kg/Ha.
Lakukan tindakan preventif terhadap adanya hama dan penyakit  degan penyemprotan insektisida PANZER 1200cc/Ha 2-3 Kali dan fungisida THRONE 250cc/Ha 8 hari setelah tebar dan 1 Hari sebelum tanam.
Bibit dengan daun 4-5 daun adalah umur bibit yang siap dipindah dan secepat mungkin di tanam pindah pada lahan yang sudah di persiapkan. Upayakan 1-2 bibit per lubang tanaman.  Penanaman bibit dijaga supaya tidak terlampau dalam karena akan menunda munculnya anakan primer.(dalam 2 ruas)
Bibit diusahakan jangan sampai kekeringan dan stres atau jangan dipatahkan ujung daunnya agar terlihat tegak hal ini akan menghambat pertumbuhannya

B.   Pengolahan Tanah
Lahan pertanaman  disiapkan beberapa hari sebelumnya. Tanah diolah dengan mengunakan bajak/displow dan diharrowing dan kemudian diratakan.
Tanah dibiarkan minimal sehari sebelum bibit dipindah tanam dan kemudian dibuat larikan untuk dapat teraturnya pertanaman dilapangan

C.    Penanaman
      Bibit dengan umur yang cukup (umur 18-20 hari) yang ditandai  tanaman dengan 4-5 helai daun yang terbaik untuk dipindah kelapangan. Segera setelah bibit dicabut akarnya di celupkan ke air sehingga tanah terlepas dari akarnya dan bibit segera dibawa ke lapangan untuk dilakukan tanam pindah.
      Cukup 1-2 bibit per lobang tanaman. Kedalaman penanaman agar diatur tidak terlampau dalam (3-4 cm) dengan batas maksimal permukaan tanah sejajar dengan ujung ibu jari. Penanaman terlampau dalam akan menunda timbulnya anakan primer.
Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 20 x 22 cm (musim hujan) dan 20 x 20 cm (musim kemarau). Apabila menggunakan jajar legowo diupayakan jumlah populasi per hektar tidak kurang dari atau sama dengan 250 ribu batang.




PEMUPUKAN
Pemupukan padi sawah mengenal beberapa istilah seperti pemupukan berimbang, pemupukan spesifik lokasi, dan pengelolaan hara spesifik lokasi yang pada dasarnya identik satu sama lain. Akan tetapi pemupukan berimbang sering disalahartikan sebagai pemupukan lengkap (N, P, K, S… dst) dan diidentikkan dengan penggunaan pupuk majemuk.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pemupukan berimbang mengacu kepada keseimbangan antara unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman padi berdasarkan sasaran tingkat hasil yang ingin dicapai dengan ketersediaan hara dalam tanah. Mengingat beragamnya kondisi kesuburan tanah antara lokasi satu dengan lainnya, maka takaran dan jenis pupuk yang diperlukan untuk lokasi-lokasi tersebut tentu akan berbeda pula. Oleh karena itu, pemupukan berimbang sering pula disebut pemupukan (atau pengelolaan hara) spesifik lokasi.
Pemupukan berimbang menawarkan beberapa prinsip dan perangkat untuk mengoptimalkan penggunaan hara dari sumber-sumber alami atau lokal (indigenous) sesuai dengan kebutuhan tanaman padi. Sumber hara alami dapat berasal dari tanah, pupuk kandang, sisa tanaman, dan air irigasi (Gambar 1).

Gambar 8.   Sumber hara tanaman dapat berasal dari bahan alami
                    dan atau pupuk kimia (anorganik).

A.  Tahapan Pemupukan Berimbang

Pemupukan berimbang mencakup tiga langkah, yaitu:
Langkah 1: Tetapkan target hasil realistis yang ingin dicapai
·         Tentukan target hasil berdasarkan hasil panen tertinggi yang pernah dicapai dengan pengelolaan tanaman yang biasa dilakukan petani (tidak ada kendala dalam penyediaan hara NPK untuk tanaman padi) pada saat iklim baik. Ambil ngka rata-rata dari hasil panen 5 petani contoh yang mewakili satu hamparan (+ 100 ha).
·         Target hasil tersebut mencerminkan jumlah total hara yang harus tersedia dalam tanah dan yang diserap oleh tanaman.
·         Tingkat hasil bergantung pada iklim, varietas, dan pengelolaan sumber daya dan tanaman.
Langkah 2: Gunakan hara yang sudah tersedia secara efektif
·         Buat 5 contoh petak omisi (omission plot) dari satu hamparan seluas + 100 ha.
·         Ukur hasil panen petak omisi (hasil padi tanpa diberi pupuk N, atau tanpa pupuk P, atau tanpa pupuk K :
-    hasil panen tanpa pupuk N, hanya dipupuk PK
-    hasil panen tanpa pupuk P, hanya dipupuk NK
-    hasil panen tanpa pupuk K, hanya dipupuk NP
Kalibrasi antara hasil uji tanah dengan hasil panen petak omisi untuk hara P dan K guna mencegah kelebihan atau kekurangan pupuk sehingga kesuburan tanah tetap dipertahankan.
Langkah 3: Tambahkan pupuk kimia untuk mengisi kekurangan antara kebutuhan tanaman dan suplai hara alami
·      Selain pupuk kandang dan air irigasi, suplai hara alami dapat berasal dari pembenaman sisa tanaman padi atau tanaman lain yang ditanam bergiliran dengan padi.
·      Tambahkan pupuk N untuk memenuhi kebutuhan tanaman secara tepat, sesuai dengan petunjuk.
·      Tambahkan pupuk P dan K untuk mengatasi kekurangan dan mempertahankan kesuburan tanah sesuai dengan petunjuk.
B.  Waktu Pemberian dan Takaran Pupuk
Pupuk
Pertumbuhan Awal
Anakan Aktif
Primordia
Matang
Umur, hari setelah tanam (HST)
0-14
21-28
35-50

Nitrogen (N)
Takaran sedang
(50-100 kg urea/ha)
Berdasarkan BWD**
Berdasarkan BWD**
-
Fosfor (P2O5) dan Sulfur (S)*
100%
-
-
-
Kalium (K2O)
50–100 %
-
Bila perlu 50%
-
* Bila diperlukan                        ** BWD=bagan warna daun
 
 


Penggunaan pupuk N, P dan K pada sradia pertumbuhan sebagai berikut :









n T
Pupuk



1.  Pemupukan pada stadia awal pertumbuhan (0-14 HST)

  • Tetapkan target hasil yang ingin dicapai berdasarkan pengalaman setempat sebelumnya (5-8 t/ha GKG).
  • Pilih takaran pupuk yang sesuai dengan target hasil berdasarkan tabel berikut.
  • Sesuaikan pemakain pupuk P, K, dan S berdasarkan pengalaman setempat sebelumnya dan cermati apakah jerami dikembalikan ke sawah atau tidak
Ada dua pilihan untuk pemupukan N susulan yaitu berdasarkan (1) stadia pertum-
buhan dan (2) kebutuhan riil tanaman.


 
2.  Pemupukan N Susulan


Pilihan 1. Berdasarkan stadia pertumbuhan. Bandingkan warna daun padi dengan skala
BWD pada saat anakan aktif (sekitar 20 HST) dan fase primordia  (sekitar 35 HST). Beri
pupuk urea sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut:

            Tabel 5.  Respon pupuk N berdasarkan Stadia Pertumbuhan
Pembacaan BWD sesaat sebelum pemupukan
Respon pupuk N
rendah
sedang
tinggi
sangat tinggi
target hasil (GKG)
»5 t/ha
»6 t/ha
»7 t/ha
»8 t/ha
takaran urea (kg/ha)
BWD £3
75
100
125
150
BWD =3,5
50
75
100
125
BWD ³4
0
0-50
50
50

 
 

















Pilihan 2.  Berdasarkan kebutuhan riil tanaman. Bandingkan warna daun dengan skala BWD selang 7-10 hari, mulai 21-28 HST sampai 50 HST. Berikan pupuk N apabila warna daun di bawah nilai kritis seperti ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 6. Respon Pupuk N Berdasarkan Kebutuhan Riil Tanaman
Pembacaan BWD sesaat sebelum pemupukan
Respon pupuk N
Rendah
Sedang
tinggi
sangat tinggi
target hasil (GKG)
»5 t/ha
»6 t/ha
»7 t/ha
»8 t/ha
takaran urea (kg/ha)
BWD < 4
50
75
100
125



CPupuk Organik

Bahan organik dan pupuk kandang adalah bahan-bahan yang berasal dari limbah tumbuhan atau hewan atau produk sampingan seperti pupuk kandang ternak atau unggas, jerami padi yang dikompos atau residu tanaman lainnya, kotoran pada saluran air, bungkil hijau dan potongan leguminose.
Bahan organik atau pupuk kandang biasanya digunakan merata di seluruh sawah, dua atau tiga minggu sebelum dimasukkan kedalam tanah selama persiapan lahan. Kadang-kadang jerami padi dikompos secara langsung di sawah.
Pupuk kandang dan sumber organik lainnya digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kadar bahan organik tanah dan menyediakan mikro hara dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang biasanya tidak disediakan oleh pupuk kimia (anorganik). Penggunaan bahan-bahan ini juga dapat meningkatkan pertumbuhan mikroba dan perputaran hara dalam tanah.
Tabel 7. Bahan Organik dan Pupuk Kandang (Organic Materials and Manure)

Bahan Organik
% N
% P2O5
% K2O
Residu tanaman (jerami padi)
0,5-0,8
0,15-0,26
1,2-1,7
Pupuk kandang
0,8 – 1,2
0,44 – 0,88
0,4 – 1,5
Kompos
0,5 – 2,0
0,44 – 0,88
0,4 – 1,5
Kotoran pada saluran air
1,6
1,76
0,2
Pupuk kandang babi
0,7 – 1,0
0,44 – 0,66
0,6 – 0,9
Pupuk kandang domba dan kambing
2,0 – 3,0
0,88
2,1
Pupuk kandang unggas
1,5 – 3,0
1,15 – 2,25
1,0 – 1,4
Bungkil
2,5 – 8,0
0,66 – 2,86
1,2 – 2,3
Pupuk kandang tumbuhan



Sesbania
1,7 – 2,8
0,1 – 0,2
1,4 – 1,9
Azolla
2,0 – 5,3
0,16 – 1,59
0,4 – 6,0
                                     
Pupuk kandang organik kadang-kadang lebih mahal daripada pupuk anorganik. Sebaiknya penggunaan pupuk kandang organik dipadukan dengan penggunaan sumber hara anorganik sesuai keperluan. Hal ini memungkinkan petani menggunakan bahan organik atau pupuk kandang yang tersedia dipertanian dengan biaya rendah untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan hara dan meningkatkan kesuburan tanah bila diperlukan.
Penggunaan pupuk kandang organik yang tersedia dipertanian dapat mengembalikan hasil dan keuntungan yang tinggi bila dipadukan dengan pupuk anorganik, terutama pada lahan kering atau lahan sawah yang sakit. Bagaimanapun, seringkali tidak menguntungkan untuk membeli pupuk organik bahkan bila pupuk tersebut dijual sebagai pupuk organik campuran, yang merupakan campuran pupuk organik dan anorganik yang siap pakai. (JB/MS)
Penggunaan bahan organic dapat menjadi sulit karena:
1. sifatnya yang ruah (bulky), dengan biaya penanganan dan transpor yang tinggi.
2. dapat memiliki biaya yang tinggi per unit hara.
3. tidak selalu tersedia.
4. harus digunakan di awal pertanaman (maka penggunaan awal mungkin tidak     
    memenuhi permintaan tanaman untuk hara pada fase lanjut).
5. dapat memiliki aroma yang tidak enak.


HAMA, PENYAKIT DAN KAHAT HARA

A.  HAMA-HAMA PENTING
1.  Penggerek batang padi (stem borer)
Penggerek batang padi kuning Scirpophaga (incertulas Walker) (Gambar 1)
Penggerek batang padi putih Scirpophaga innotata (Walker) (Gambar 2)
Penggerek batang padi bergaris Chilo suppressalis (Walker) (Gambar 3)
Lepidoptera: Pyralidae Penggerek batang padi merah jambu Sesamia
inferens (Walker)

Penggerek batang padi merupakan hama yang sangat penting pada padi dan sering menimbulkan kerusakan dan menurunkan hasil panen secara nyata. Terdapatnya penggerek di lapang dapat dilihat dari adanya ngengat di pertanaman dan larva di dalam batang (Gambar 5: larva penggerek batang padi bergaris). Mekanisme kerusakan disebabkan larva merusak sistem pembuluh tanaman di dalam batang.
Stadia tanaman yang rentan terhadap serangan penggerek adalah dari pembibit-an sampai pembentukan malai. Gejala kerusakan yang ditimbulkannya mengakibatkan anakan mati yang disebut sundep pada tanaman stadia vegetatif  dan beluk (malai hampa) pada tanaman stadia generatif.

Siklus hidupnya 40-70 hari tergantung pada spesiesnya. Ambang ekonomi penggerek batang adalah 10% anakan terserang; 4 kelompok telur per rumpun (pada fase bunting). Perlu diketahui bahwa kerusakan pada stadia generatif maka tindakan Pe-ngendalian sudah terlambat atau tidak efektif lagi. Aplikasi insektisida dilakukan bila keadaan serangan melebihi ambang ekonomi atau jika populasi ngengat meningkat pada saat tanaman fase generatif. Gunakan insektisida yang berbahan aktif - karbofuran,  bensultap, - bisultap, - karbosulfan, - dimehipo, - amitraz, atau - fipronil.
2.  Wereng coklat

Wereng (Gambar 8) sebelumnya termasuk hama sekunder dan menjadi hama penting akibat penyemprotan pestisida yang tidak tepat pada awal pertumbuhan tanaman, sehingga membunuh musuh alami. Pertanaman yang dipupuk nitrogen tinggi dengan jarak tanam rapat merupakan kondisi yang sangat disukai wereng. Stadia tanaman yang rentan terhadap serangan wereng coklat adalah dari pembibitan sampai fase matang susu.
Gejala kerusakan yang ditimbulkannya adalah tanaman menguning dan cepat sekali mengering. Umumnya gejala terlihat mengumpul pada satu lokasi - melingkar disebut hopperburn (Gambar 9). Ambang ekonomi hama ini adalah 15 ekor per rumpun. Siklus hidupnya 21-33 hari. Mekanisme kerusakan adalah menghisap cairan tanaman pada sistem vaskular (pembuluh tanaman).
Cara pengendalian
·         Pengendalian secara kultural dan penanaman varietas yang tahan wereng coklat sangat dianjurkan. Beberapa varietas yang dilepas oleh IRRI yang mengandung gen ketahanan terhadap wereng coklat adalah IR26, IR36, IR56, IR64 dan IR72.



Varietas tahan wereng coklat yang sudah dilepas antara lain: Widas, Ketonggo, iherang, Cisantana, Tukad Petanu, Tukad Balian, Tukad Unda, Kalimas, Singkil, Bondoyudo, Sintanur, Cimelati, Konawe, Batang Gadis, Ciujung, Conde, dan Angke. Sewaktu-waktu varietas tahan dapat menjadi rentan akibat perubahan biotipe wereng coklat.
·         Pemberian pupuk K untuk mengurangi kerusakan.
·         Insektisida (bila diperlukan) antara lain yang berbahan aktif: - amitraz, - buprofezin, - beauveria bassiana 6.20 x 1010 cfu/ml, - BPMC, - fipronil,  - imidakloprid, - karbofuran, - karbosulfan, - metolkarb, - MIPC, - propoksur, atau - tiametoksam.

3 .  Wereng hijau (green leafhopper)


Wereng hijau (Gambar 10) merupakan hama penting karena dapat menyebarkan (vector) virus penyebab penyakit tungro. Kepadatan populasi wereng hijau biasanya rendah, sehingga jarang menimbulkan kerusakan karena cairan tanaman dihisap oleh wereng hijau. Namun karena kemampuan pemencaran (dispersal) yang tinggi, bila ada sumber inokulum sangat efektif menyebarkan penyakit. Populasi wereng hijau hanya meningkat pada saat tanam hingga pembentukan malai. Kepadatan populasi tertinggi pada saat itu mencapai 1 ekor per rumpun.
Gejala kerusakan yang ditimbulkannya adalah tanaman menjadi kerdil, anakan berkurang, daun berubah warna menjadi kuning sampai kuning oranye. Ambang kendali adalah 5 ekor wereng hijau per rumpun. Jika tungro juga ada di lapang, 2 tanaman bergejala tungro per 1000 rumpun pertanda tungro telah ditularkan dan dapat merusak tanaman. Siklus hidup 23-30 hari. Wereng hijau umumnya ditemukan di sawah irigasi dan tadah hujan, tidak lazim di pertanaman padi gogo. Wereng hijau lebih menyukai menghisap cairan tanaman pada daun bagian pinggir daripada di pelepah daun atau daun bagian tengah. Hama ini sangat menyukai tanaman yang dipupuk nitrogen tinggi.

Cara pengendalian
• Tanam varietas tahan wereng hijau seperti 
  IR72 dan IR66.
• Pengendalian dilakukan jika di lapang
   terlihat gejala tungro.
• Pemberian insektisida dilakukan apabila
  sudah mencapai ambang batas ekonomi.
• Insektisida (bila diperlukan) antara lain
  gunakan yang berbahan aktif: - BPMC,   buprofezin, - etofenproks, - imidakloprid,   karbofuran, - MIPC, atau - tiametoksam.

4.  Kepinding tanah (black bug)

Scotinophara coarctata (Fabricus)
Hemiptera: Pentatomidae

Bila terdapat 10 ekor kepinding dewasa per rumpun dapat mengakibatkan kehilangan hasil sampai 35%. Siklus hidupnya adalah 28-35 hari. Mekanisme kerusakan adalah menghisap cairan tanaman.
Cara pengendalian
• Kepinding tanah dewasa sangat tertarik kepada lampu perangkap; karena itu kepinding
   tanah yang terperangkap perlu dibakar dan dibunuh.
5.  Walang sangit (rice bug)
Leptocorisa oratorius (Fabricius)
Hemiptera: Alydidae

Walang sangit (Gambar 12) merupakan hama yang umum merusak bulir padi pada fase pemasakan. Serangga apabila diganggu akan mempertahankan diri dengan mengeluarkan bau. Selain sebagai mekanisme pertahanan diri, bau yang dikeluarkan juga digunakan untuk menarik walang sangit lain dari spesies yang sama. Fase pertumbuhan tanaman padi yang rentan terhadap serangan walang sangit adalah dari keluarnya malai sampai matang susu. Kerusakan yang ditimbulkannya menyebabkan beras berubah warna dan mengapur, serta hampa (Gambar 13).
Ambang ekonomi walang sangit adalah lebih dari 1 ekor walang sangit per dua  rumpun pada masa keluar malai sampai fase pembungaan. Mekanisme merusaknya yaitu menghisap butiran gabah yang sedang mengisi.
Cara pengendalian
• Kendalikan gulma di sawah dan di sekitar pertanaman.
• Ratakan sawah dan pupuk secara merata agar pertumbuhan tanaman seragam.
• Tangkap walang sangit dengan menggunakan jaring sebelum stadia pembungaan.
• Umpan walang sangit dengan menggunakan ikan yang sudah busuk, daging yang
  sudah rusak, atau dengan kotoran ayam.
·   Aplikasi insektisida dilakukan apabila serangan sudah mencapai ambang ekonomi.
•  Aplikasi insektisida sebaiknya dilakukan pada pagipagi sekali atau sore hari ketika
   walang sangit berada di kanopi.
·   Penggunaan insektisida (bila diperlukan) antara lain yang berbahan aktif:  BPMC,  fipronil, - metolkarb, - MIPC, atau - propoksur.

6. Tikus (rat)

Rattus argentiventer (Rob. & Kloss)

Tikus (Gambar 14) merusak tanaman padi pada semua stadium pertumbuhan dari semai hingga panen, bahkan di gudang penyimpanan. Kerusakan parah terjadi jika tikus menyerang padi pada stadium generatif, karena tanaman sudah tidak mampu membentuk anakan baru. Tikus merusak tanaman padi mulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir, dan menyisakan 1-2 baris padi di pinggir petakan pada keadaan serangan berat (Gambar 15A).
Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang harinya, tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada periode bera, sebagian besar tikus bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah dan akan kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang generatif. Kehadiran tikus pada daerah persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way), kotoran/feces, lubang aktif, dan gejala serangan.

Tikus berkembang biak sangat cepat dan hanya terjadi pada periode padi generatif. Satu ekor tikus betina dapat menghasilkan 80 ekor tikus baru dalam satu musim tanam.
Cara pengendalian
Pengendalian tikus dilakukan dengan pendekatan PHTT (Pengendalian Hama Tikus Terpadu) yaitu pendekatan pengendalian yang didasarkan pada pemahaman biologi dan ekologi tikus, dilakukan secara dini (dimulai sebelum tanam), intensif dan terusmenerus dengan memanfaatkan semua teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu.
Pelaksanaan pengendalian dilakukan oleh petani secara bersama-sama (berkelompok) dan terko-ordinasi dengan cakupan wilayah sasaran pengendalian dalam skala luas (hamparan).
Tabel 8.  Kegiatan pengendalian Hama Tikus sesuai dengan stadia
               Pertumbuhan padi
Cara Pengendalian
Stadia padi / kondisi lingkungan sawah
Bera
Olah Tanah
Semai
Tanam
Ber-tunas
Bunting
Matang
Tanam serempak


x
x



Sanitasi habitat

xx
x


x

Gropyok massal
x
xx
x




Fumigasi





xx
xx
LTBS
xx
x


x
xx

TBS

xx





Rodentisida
X






(jika diperlukan)








Keterangan : x = dilakukan; xx = difokuskan

Kegiatan pengendalian tikus ditekankan pada awal musim tanam untuk menekan populasi awal tikus sejak awal pertanaman sebelum tikus memasuki masa reproduksi. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS dan LTBS. Gropyok dan sanitasi dilaukan pada habitat-habitat tikus seperti sepanjang tanggul irigasi, pematang besar, tanggul jalan, dan batas sawah dengan perkampungan. Pemasangan bubu perangkap pada pesemaian dan pembuatan TBS (Trap Barrier System) / Sistem Bubu Perangkap (Gambar 16) dilakukan pada daerah endemik tikus untuk menekan populasi tikus pada awal musim tanam.
BS merupakan petak tanaman padi dengan ukuran minimal (20x20) m yang ditanam 3 minggu lebih awal dari tanaman di sekitarnya, dipagar dengan plastik setinggi 60 cm yang ditegakkan dengan ajir bambu pada setiap jarak 1 m, bubu perangkap dipasang pada setiap sisi dalam pagar plastik dengan lubang menghadap keluar dan jalan masuk tikus. Petak TBS dikelilingi parit dengan lebar 50 cm yang selalu terisi air untuk mencegah tikus menggali atau melubangi pagar plastik. Prinsip kerja TBS adalah menarik tikus dari lingkungan sawah di sekitarnya (hingga radius 200 m) karena tikus tertarik padi yang ditanam lebih awal dan bunting lebih dahulu, sehingga dapat mengurangi populasi tikus sepanjang pertanaman.

Skema posisi bubu perangkap pada LTBS

LTBS (Gambar 17) merupakan bentangan pagar plastik sepanjang minimal 100 m, dilengkapi bubu perangkap pada kedua sisinya secara berselang-seling sehingga mampu menangkap tikus dari dua arah (habitat dan sawah). Pemasangan LTBS dilakukan di dekat habitat tikus seperti tepi kampung, sepanjang tanggul irigasi, dan tanggul jalan/pematang besar. LTBS juga efektif menangkap tikus migran, yaitu dengan memasang LTBS pada jalur migrasi yang dilalui tikus sehingga tikus dapat diarahkan masuk bubu perangkap.

Fumigasi (Gambar 17A) paling efektif dilakukan pada saat tanaman padi stadia generatif. Pada periode tersebut, sebagian besar tikus sawah sedang berada dalam lubang untuk reproduksi. Metode tersebut terbukti efektif membunuh tikus beserta anak-anaknya di dalam lubangnya. Rodentisida hanya digunakan apabila populasi tikus sangat tinggi, dan hanya akan efektif digunakan pada periode bera dan stadium padi awal vegetatif.
7. Ganjur (gall midge)

Orseolia oryzae (Wood-Mason)
Diptera: Cecidomyiidae

Ganjur umumnya bukan masalah utama di pertanaman padi. Serangga dewasanya seperti nyamuk kecil (Gambar 18), dengan daya terbang yang relatif lemah sehingga penyebarannya hanya lokal saja. Stadia tanaman padi yang rentan terhadap serangan ganjur adalah dari fase pembibitan sampai pembentukan malai. Ganjur dewasa aktif pada malam hari dan sangat tertarik pada cahaya.
Ciri kerusakan yang ditimbulkannya adalah daun menggulung seperti daun bawang (Gambar 19). Ukuran daun bawang bisa panjang, bisa juga kecil/pendek sehingga sulit dilihat. Anakan yang memiliki gejala seperti daun bawang ini tidak akan menghasilkan malai. Pada saat tanaman mencapai fase pembentukan bakal malai, larva tidak lagi menyebabkan kerusakan. Siklus hidup ganjur 28-32 hari dan larvanya memakan titik tumbuh tanaman.
Cara pengendalian
• Atur waktu tanam agar puncak curah hujan tidak bersamaan dengan stadia vegetatif.
• Bajak ratun/tunggul dari tanaman sebelumnya dan buang/bersihkan semua tanaman
  Inang alternatif selama masa bera, seperti padi liar Oryza rufipogon untuk mengurangi
  infestasi hama.
• Tanam varietas tahan.
·   Hama ganjur dewasa sangat tertarik terhadap cahaya, oleh karena itu lampu erangkap dapat digunakan untuk menangkap hama ganjur dewasa.
• Insektisida granular yang berbahan aktif karbofuran dapat digunakan karena bekerja
   secara sistemik.
8.  Hama putih palsu (leaffolder)

Cnaphalocrocis medinalis (Guenée)
Lepidoptera: Pyralidae

Hama putih palsu sebenarnya jarang menjadi masalah utama di pertanaman padi. Serangannya menjadi masalah besar jika kerusakan pada daun  bendera sangat tinggi (>50%) pada fase anakan maksimum dan fase pematangan. Kerusakan akibat serangan larva hama putih palsu terlihat dengan adanya warna putih pada daun di pertanaman (Gambar 22). Larva (Gambar 21) makan jaringan hijau daun dari dalam lipatan daun meninggalkan permukaan bawah daun yang berwarna putih.

Siklus hidup hama ini 30-60 hari. Tanda pertama adanya infestasi adalah kehadiran ngengat di sawah. Ngengat berwarna kuning coklat, pada bagian sayap depan ada tanda pita hitam sebanyak 3 buah yang garisnya lengkap maupun terputus. Pada saat beristirahat, ngengat membentuk segitiga (Gambar 20).
Cara pengendalian
• Jangan menyemprot insektisida sebelum tanaman berumur 30 hari setelah tanam pindah atau 40 hari sesudah sebar benih. Tanaman padi yang terserang pada fase ini dapat pulih apabila air dan pupuk dikelola dengan baik.
• Gunakan insektisida (bila diperlukan) yang berbahan aktif fipronil atau karbofuran.
9.  Hama putih (caseworm)
Nymphula depunctalis (Guenée)
Lepidoptera: Pyralidae
Hama putih jarang menyebabkan masalah di pertanaman padi. Tanda adanya hama ini di lapang adalah dari ngengat kecil (Gambar 23) dan larva. Stadia tanaman yang paling rentan adalah pada fase pembibitan sampai stadia anakan. Stadia hama yang merusak adalah stadia larva. Siklus hidup hama putih adalah 35 hari.
Kerusakan pada daun yang khas yaitu daun terpotong seperti digunting Gambar 25.
            Daun yang terpotong tersebut dibuat menyerupai tabung yang digunakan larva untuk membungkus dirinya, dimana larva aman dengan benang-benang sutranya. Larva bernafas dari dalam tabung dan memerlukan air di sawah. Gulungan daun yang berisi larva akan mengapung di atas permukaan air pada siang hari dan makan pada malam hari. Larva akan memanjat batang padi membawa gulungan daunnya yang berisi air untuk pernafasannya (Gambar 24). Tingkat ambang ekonomi adalah lebih dari 25% daun rusak atau 10 daun rusak per rumpun. Insektisida (bila diperlukan) gunakan yang
berbahan aktif: - fipronil, atau - karbofuran.

10.  Ulat tentara/grayak (armyworm)
Spodoptera mauritia acronyctoides (Guenée)
Mythimna separata (Walker)
Spodoptera exempta (Walker)
Spodoptera litura (Fabricius) (jarang merusak padi)
Lepidoptera: Noctuidae

Ngengat dewasa aktif pada malam hari. Pada malam hari serangga dewasa makan, berkopulasi, dan bermigrasi, sedangkan pada siang hari ngengat beristirahat di dasar tanaman. Ngengat sangat tertarik terhadap cahaya. Kerusakan terjadi karena larva (Gambar 26) makan bagian atas tanaman pada malam hari dan cuaca yang berawan. Daun yang dimakan dimulai dari tepi daun sampai hanya meninggalkan tulang daun dan batang (Gambar 27).


Larvanya sangat rakus, dan semua stadia tanaman padi dapat diserangnya, mulai dari pembibitan, khususnya pembibitan kering, sampai fase pengisian. M. separata dapat memotong malai pada pangkalnya dan dikenal sebagai ulat pemotong leher malai (Gambar 28).
]Insektisida (bila diperlukan) gunakan yang berbahan aktif: - BPMC, atau  karbofuran.

11.  Ulat tanduk hijau (green horned caterpillar)
Melanitis leda ismene Cramer
Lepidoptera: Satyridae

Ngengat tidak tertarik pada cahaya. Ngengat berupa kupu-kupu yang berukuran besar yang sangat mudah dikenali karena pada sayapnya terdapat bercak seperti bentuk mata (Gambar 29). Larva (Gambar 30) memiliki 2 pasang tanduk, satu pasang ada di bagian ujung kepala, dan satu pasang lainnya ada di bagian ujung abdomen. Larva penyebab kerusakan pada tanaman, makan daun mulai dari pinggiran dan ujung daun.

Fase pertumbuhan tanaman yang diserang adalah dari fase anakan sampai pembentukan malai. Inangnya, selain tanaman padi, juga rumput-rumputan, tebu, sorgum, Anastrophus sp, Imperata sp, dan Panicum spp.
Cara pengendalian
• Paling baik memanfaatkan musuh alami, seperti parasit telur Trichogrammatidae. Oleh karena itu pengendalian secara kimiawi dengan menyemprot insektisida tidak dianjurkan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam pindah atau 40 hari setelah sebar benih.
12. Ulat jengkal-palsu hijau (green semilooper)
Naranga aenescens (Moore)
Lepidoptera: Noctuidae

Populasi tinggi dapat terjadi sejak di persemaian hingga anakan maksimum. Larva muda memarut jaringan epidermis tanaman meninggalkan lapisan bawah daun yang berwarna putih (Gambar 31). Larva yang sudah tua makan dari pinggiran daun (Gambar 32).
Larva bergerak seperti ulat jengkal dengan cara melengkungkan bagian belakang tubuhnya Tanaman padi yang diberi pupuk dengan takaran tinggi sangat disukai hama ini. Populasinya meningkat selama musim hujan. Ngengatnya aktif pada malam hari, dan pada siang hari bersembunyi di dasar tanaman atau di rumput-rumputan. Hama ini jarang menyebabkan kehilangan hasil karena tanaman yang terserang dapat sembuh kembali dan juga musuh alami dapat menekan populasi hama ini.
Cara pengendalian
• Paling baik memanfaatkan musuh alami sebagai cara pengendalian terhadap hama ini, seperti parasit telur Trichogrammatidae; parasit larva dan pupa seperti Ichneumonidae, Braconidae, Eulophidae, Chalcidae; serta laba-laba pemangsa ngengat.

13.  Orong-orong (mole cricket)
Gryllotalpa orientalis Burmeister
Orthoptera: Gryllotalpidae

Orong-orong jarang menjadi masalah di sawah, tapi sering ditemukan di lahan pasang surut dan biasanya hanya terdapat di sawah yang kering yang tidak digenangi. Penggenangan tanaman menyebabkan orong-orong pindah ke pematang. Hama ini memiliki tungkai depan yang besar (Gambar 33). Siklus hidupnya 6 bulan. Stadia tanaman yang rentan terhadap serangan hama ini adalah fase pembibitan sampai anakan.
Benih yang disebar di pembibitan juga dapat dimakannya. Hama ini memotong tanaman pada pangkal batang dan orang sering keliru dengan gejala kerusakan yang disebabkan oleh penggerek batang (sundep). Orong-orong merusak akar muda dan bagian pangkal tanaman yang berada di bawah tanah (Gambar 34). Pertanaman padi muda yang diserangnya mati sehingga terlihat adanya spotspot kosong di sawah.
Cara pengendalian
• Orong-orong biasanya ada di sawah yang tidak digenangi atau di sawah yang    
  tanahnya tidak rata; oleh karena itu perataan tanah penting agar air tergenang merata
• Penggenangan sawah 3-4 hari dapat membantu membunuh telur orong-orong di
  tanah.
•  Penggunaan umpan (sekam dicampur insektisida).
•  Penggunaan insektisida (bila diperlukan) yang berbahan aktif karbofuran atau fipronil.
14.  Lalat bibit (rice whorl maggot)
Hydrellia philippina Ferino
Diptera: Ephyridae

Lalat bibit (Gambar 35) menyerang tanaman padi yang baru ditanam pindah pada sawah yang selalu tergenang. Stadia hama yang merusak tanaman padi adalah larvanya (Gambar 36). Larva lalat bibit berwarna kuning kehijau-hijauan yang tembus cahaya, berada di bagian tengah daun yang masih menggulung. Larva bergerak ke bagian tengah tanaman merusak jaringan bagian dalam sampai titik tumbuh daun.

Gejala kerusakan adalah bercak-bercak kuning yang dapat dilihat di sepanjang tepi daun yang baru muncul dan daun yang terserang mengalami perubahan bentuk (Gambar 38). Telur diletakkan pada permukaan atas daun, berwarna keputih-putihan dan berbentuk lonjong seperti pisang (Gambar 37). Siklus hidupnya 4 minggu. Tanaman yang terserang anakannya menjadi berkurang dan serangan berat dapat memperlambat
fase pematangan 7-10 hari. Tanaman pada dasarnya dapat mengkompensasi asalkan tidak ada serangan hama lainnya atau tekanan lingkungan yang mempengaruhi.
Cara pengendalian
• Keringkan sawah.
• Pengendalian lalat bibit yang tepat adalah pencegahan karena ketika gejala kerusakan
  terlihat di lapang, lalat bibit sudah tidak ada di pertanaman.
• Penggunaan insektisida (bila diperlukan) adalah yang berbahan aktif: - bensultap,  
   BPMC, atau  karbofuran.
15. Keong Mas (golden apple snail)
Pomacea canaliculata (Lamarck)

Keong mas (Gambar 39) merusak tanaman dengan cara memarut jaringan tanaman dan memakannya, menyebabkan adanya bibit yang hilang di per-tanaman. Bekas potongan daun dan batang yang diserangnya terlihat mengambang (Gambar 40).
Waktu kritis untuk mengendalikan keong mas adalah pada saat 10 hari setelah tanam pindah, atau 21 hari setelah sebar benih (benih basah). Setelah itu laju pertumbuhan tanaman lebih besar daripada laju kerusakan oleh keong mas.
Bila di sawah diketahui ada keong mas, perlu dilakukan pengaturan air karena keong mas menyenangi tempat-tempat yang digenangi air. Jika petani menanam dengan sistem tanam pindah maka pada 15 hari setelah tanam pindah, sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara bergantian (flash flood = intermitten irrigation).
Bila petani menanam dengan sistem tabela (tanam benih secara langsung), selama 21 hari setelah sebar benih sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara bergantian. Selain itu perlu dibuat caren di dalam dan di sekeliling petakan sawah sebelum tanam, baik di musim hujan maupun kemarau. Ini dimaksudkan agar pada saat dilakukan pengeringan, keong mas akan menuju caren sehingga memudahkan pengambilan keong mas dan sebagai salah satu cara pengendaliannya.
Cara pengendalian
• Secara fisik, gunakan saringan berukuran 5 mm mesh yang dipasang pada tempat air masuk di pematang untuk meminimalkan masuknya keong mas ke sawah dan memudahkan pemungutan dengan tangan.
• Secara mekanis, pungut keong dan hancurkan. Telur keong mas dihancurkan dengan kayu/bambu.
• Bila di suatu lokasi sudah diketahui bahwa keong mas adalah hama utama, sebaiknya tanam bibit yang tua dan tanam lebih dari satu bibit per rumpun; buat caren di dalam dan di sekeliling petakan sawah.
• Bila diperlukan gunakan pestisida yang berbahan aktif niclos amida dan pestisida botani seperti lerak, deris, dan saponin.
Aplikasi pestisida dilakukan di sawah yang tergenang, di caren, atau di cekungan-cekungan yang ada airnya tempat keong mas berkumpul.
16. Burung (bird)
Lonchura spp.
Ploceus sp.
Burung (Gambar 42) menyerang tanaman padi yang sudah dalam fase matang susu sampai pemasakan biji (sebelum panen). Serangan mengakibatkan biji hampa, adanya gejala seperti beluk, dan biji banyak yang hilang (Gambar 43).

Cara pengendalian
• Penjaga burung mulai dari jam 6-10 pagi dan jam 2-6 sore, karena waktu-waktu tersebut merupakan waktu yang kritis bagi tanaman diserang burung.
• Gunakan jaring untuk mengisolasi sawah dari serangan burung; luas sawah yang di isolasi kurang dari 0,25 hektar.
• Bila tanam tabela :
- benih yang sudah disebar di sawah ditutup dengan tanah;
- benih yang digunakan harus lebih banyak;
- gunakan orang-orangan atau tali yang diberi plastik untuk menakut-nakuti burung;
- pekerjakan penjaga burung;
- tanam serentak dengan sekitarnya, jangan menanam atau memanen di luar musim agar tidak dijadikan sebagai satu-satunya sumber makanan pada saat itu.
• Kendalikan habitat/sarang burung.
B.  PENYAKIT-PENYAKIT PENTING
1.  Hawar daun bakteri (bacterial leaf blight - BLB)
Xanthomonas campestris pv. Oryzae

Gejala penyakit berupa bercak berwarna kuning sampai putih berawal dari terbentuknya garis lebam berair pada bagian tepi daun. Bercak bias mulai dari salah satu atau kedua tepi daun yang rusak, dan berkembang hingga menutupi seluruh helaian daun (Gambar 44). Pada varietas yang rentan, bercak bisa mencapai pangkal daun terus ke pelepah daun. Infeksi pada pembibitan menyebabkan bibit menjadi kering (Gambar 45). Bakteri menginfeksi masuk sistem vaskular tanaman padi pada saat tanam pindah atau sewaktu dicabut dari tempat pembibitan dan akarnya rusak, atau sewaktu terjadi kerusakan daun.

Apabila sel bakteri masuk menginfeksi tanaman padi melalui akar dan pangkal batang, tanaman bisa menunjukkan gejala kresek. Seluruh daun dan bagian tanaman lainnya menjadi kering. Infeksi dapat terjadi mulai dari fase persemaian sampai awal fase pembentukan anakan. Sumber infeksi dapat berasal dari jerami yang terinfeksi, tunggul jerami, singgang dari tanaman yang terinfeksi, benih, dan gulma inang. Sel-sel bakteri membentuk butir-butir embun pada waktu pagi hari yang mengeras dan melekat pada permukaan daun.
Cara pengendalian
• Penggunaan varietas tahan seperti Conde dan Angke adalah cara yang paling efektif.
• Sanitasi seperti membersihkan tunggul-tunggul dan jerami-jerami yang terinfeksi/sakit.
• Jika menggunakan kompos jerami, pastikan jerami dari tanaman sakit sudah
   Terdekomposisi sempurna sebelum tanam pindah.
• Gunakan benih atau bibit yang bebas dari penyakit hawar daun bakteri.
• Gunakan pupuk nitrogen sesuai takaran anjuran.
• Jarak tanam jangan terlalu rapat.
2.  Bakteri daun bergaris (bacterial leaf streak)
Xanthomonas campestris pv. oryzicola
Infeksi penyakit ini biasanya terbatas pada helaian daun saja. Gejala yang timbul berupa bercak sempit berwarna hijau gelap yang lama-kelamaan membesar berwarna kuning dan tembus cahaya di antara pembuluh daun (Gambar 46). Sejalan dengan berkembangnya penyakit, bercak membesar, berubah menjadi berwarna coklat (Gambar 47), dan berkembang menyamping melampaui pembuluh daun yang besar. Seluruh daun varietas yang rentan bisa berubah warna menjadi coklat dan mati. Pada keadaan ideal untuk infeksi, seluruh pertanaman menjadi berwarna oranye kekuning-kuningan (Gambar 48).

Bakteri memasuki tanaman melalui kerusakan mekanik atau melalui terbukanya sel secara alami. Butir-butir embun yang mengandung bakteri akan muncul pada  permukaan daun. Hujan dan angin membantu penyebaran penyakit ini. Stadia tanaman yang paling rentan adalah dari fase anakan sampai stadia pematangan. Pada infeksi yang berat, kehilangan hasil dapat mencapai 30%.
Cara pengendalian
• Buang atau hancurkan tunggul-tunggul dan jerami-jerami yang terinfeksi/sakit.
• Pastikan jerami dari tanaman sakit sudah terdekomposisi sempurna sebelum tanam  
  pindah.
• Gunakan benih atau bibit yang bebas dari penyakit bakteri daun bergaris.
• Gunakan pupuk nitrogen sesuai anjuran.
• Atur jarak tanam tidak terlalu rapat.
• Berakan tanah sesudah panen.



3.  Blas (blast)
Pyricularia grisea

            Penyakit blas menginfeksi tanaman padi pada setiap fase pertumbuhan. Gejala khas pada daun yaitu bercak berbentuk belah ketupat - lebar di tengah dan meruncing di kedua ujungnya (Gambar 49). Ukuran bercak kira-kira 1-1,5 x 0,3-0,5 cm berkembang menjadi berwarna abu-abu pada bagian tengahnya. Daun-daun varietas rentan bias mati. Bercak penyakit blas sering sukar dibedakan dengan gejala bercak coklat Helminthosporium.
Blas dapat menginfeksi tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan. Infeksi bisa terjadi juga pada ruas batang dan leher malai yang disebut blas leher (neck blast). Leher malai yang terinfeksi berubah menjadi kehitam-hitaman dan patah, mirip gejala beluk oleh penggerek batang. Apabila blas leher terjadi, hanya sedikit malai yang berisi atau bahkan hampa (Gambar 50). Pemupukan nitrogen dalam takaran tinggi dan cuaca yang lembab, terutama musim hujan, menguntungkan bagi terjadinya infeksi.
Cara pengendalian
• Gunakan beberapa varietas tahan secara bergantian untuk mengantisipasi perubahan
   ras cendawan yang relatif cepat.
• Gunakan pupuk nitrogen sesuai anjuran.
• Upayakan waktu tanam yang tepat, agar waktu awal pembungaan (heading) tidak
   banyak embun dan hujan terus-menerus.
• Pengendalian secara kimiawi, gunakan fungisida (bila diperlukan) yang berbahan aktif
  metil tiofanat atau fosdifen dan kasugamisin.
• Perlakuan benih.


 


4.  Hawar pelepah daun (sheath blight)
Rhizoctonia solani Kuhn
(Thanatephorus cucumeris [FR] Donk)

Infeksi penyakit ini periodik/hanya pada waktuwaktu tertentu ketika suhu udara dan kelembaban tinggi, dan tanaman diberi pupuk nitrogen/urea dengan takaran tinggi. Gejala penyakit dapat terlihat dari stadia anakan sampai stadia matang susu, yaitu pada pelepah daun, di antara permukaan air dan daun terdapat bercak/spot keabu-abuan yang berbentuk oval memanjang atau berbentuk elips (Gambar 51).
Cara pengendalian
• Atur pertanaman di lapang agar jangan terlalu rapat.
• Keringkan sawah beberapa hari pada saat anakan maksimum.
• Bajak yang dalam untuk mengubur sisa-sisa tanaman yang terinfeksi.
• Rotasi tanaman dengan kacang-kacangan untuk menurunkan serangan penyakit.

5.  Busuk batang (stem rot)
Sclerotium oryzae Cattaneo (anamorph),
Magnaporthe salvinii (Cattaneo) R.A. Krause & R.K.
Webster (telemorph)
Helminthosporium sigmoideum
Infeksi penyakit ini terjadi pada batang yang dekat dengan permukaan air, masuk melalui pembengkakan dan kerusakan. Gejala awal berupa bercak berwarna kehitam-hitaman, bentuknya tidak teratur pada sisi luar pelepah daun dan secara bertahap membesar (Gambar 52). Akhirnya, cendawan menembus batang padi yang kemudian menjadi lemah, anakan mati, dan akibatnya tanaman rebah (Gambar 53). Stadia tanaman yang paling rentan adalah pada fase anakan sampai stadia matang susu. Kehilangan hasil akibat penyakit ini dapat mencapai 80%.

Cara pengendalian
• Tunggul-tunggul padi sesudah panen dibakar atau didekomposisi.
• Keringkan petakan dan biarkan tanah sampai retak sebelum diari lagi.
• Gunakan pemupukan berimbang; pupuk nitrogen sesuai anjuran dan pemupukan K
  cenderung dapat menurunkan infeksi penyakit.
• Gunakan fungisida (bila diperlukan) yang berbahan aktif belerang atau difenokonazol.
6.  Busuk pelepah daun bendera (sheath rot)
Sarocladium oryzae (Sawada) Gums dan Hawksworth
Infeksi terjadi pada pelepah daun paling atas yang menutupi malai muda pada akhir fase bunting. Gejala awal adalah adanya noda berbentuk bulat memanjang hingga tidak teratur dengan panjang 0,5 - 1,5 cm, warna abu-abu di tengahnya dan coklat atau coklat abu-abu di pinggirnya. Bercak membesar, sering bersambung, dan bisa menutupi
seluruh pelepah daun. Infeksi berat menyebabkan malai hanya muncul sebagian (tidak berkembang) (Gambar 54) dan mengerut. Malai yang muncul sebagian hanya dapat menghasilkan sedikit bulir yang berisi (Gambar 55). Stadia tanaman yang paling rentan adalah saat keluar malai sampai matang susu.
Cara pengendalian
• Bakar tunggul segera sesudah panen untuk mengurangi inokulum.
• Atur jarak tanam agar tidak terlalu rapat.
• Beri pupuk K pada fase anakan.
• Penyemprotan fungisida pada daun hanya dilakukan bila diperlukan yaitu pada fase
  bunting dan perlakuan benih dengan fungisida yang berbahan aktif karbendazim atau
  mankozeb untuk mengurangi infeksi penyakit.
• Penyemprotan dengan fungisida (bila diperlukan) yang berbahan aktif benomil juga  
  efektif menekan infeksi penyakit.
7.  Hawar daun jingga (red stripe)
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Gejala awal penyakit dapat ditemukan pada daun dan pelepah daun. Gejalanya mulai terlihat sejak pertanaman padi memasuki fase generatif yaitu 50-60 hst untuk varietas berumur pendek, dan 60-80 hst untuk varietas berumur sedang. Gejala dapat juga dilihat pada stadia tanaman mulai berbunga sampai pemasakan. Gejala awal berupa bercak berwarna hijau kuning terang yang berkembang menuju ujung daun (Gambar 56, 57). Bercak lamakelamaan menjadi nekrotik dan menyatu menyerupai gejala hawar daun (Gambar 58). Penyakit ini dapat menurunkan hasil secara nyata.

Cara pengendalian
• Cara pengendalian penyakit ini juga belum ditemukan, tapi dari hasil penelitian di
  Vietnam dan Indonesia, aplikasi fungisida yang berbahan aktif carbendazim dan
  benomil yang disemprotkan pada daun dapat menekan munculnya gejala hawar daun
  jingga.
• Atur jarak tanam lebih lebar.
• Pengairan berselang ketika tanaman sudah mencapai pembentukan malai.
• Gunakan pemupukan berimbang.
8.  Tungro
Di lapang, penyakit ini ditularkan oleh wereng hijau. Tanaman yang terinfeksi tumbuh kerdil dengan anakan sedikit (Gambar 59). Daun mengalami perubahan warna dari hijau menjadi sedikit kuning sampai kuning oranye dan kuning coklat, dimulai dari ujung daun, terutama pada daun muda (Gambar 60).
Tanaman yang terinfeksi biasanya hidup hingga fase pemasakan. Pembungaan yang  terlambat bisa menyebabkan tertundanya panen. Malai menjadi kecil, steril, dan tidak sempurna. Bercak coklat gelap menutupi bulir-bulir, sehingga bobot bulir lebih rendah daripada bulir tanaman sehat sehingga mengakibatkan hasil rendah.
Tanaman tua yang terinfeksi bisa tidak memperlihatkan gejala serangan sebelum panen,
tetapi singgang yang tumbuh bisa memperlihatkan gejala serangan dan menjadi sumber inokulum.
Stadia pertumbuhan tanaman yang paling rentan adalah dari pembibitan sampai bunting. Kehilangan hasil dapat mencapai 68% ketika tanaman yang terinfeksi baru berumur 10-20 hari setelah sebar (hss); atau 30% apabila tanaman yang terinfeksi sudah berumur antara 40-50 hss; dan hanya 5% jika tanaman sudah berumur 70-80 hss.
Cara pengendalian
• Lihat cara pengendalian wereng hijau.
• Bila di pertanaman sudah terlihat gejala tungro, tanaman sakit dibuang.
• Varietas tahan tungro dengan tekstur nasi pulen,yang telah dilepas adalah Tukad
  Petanu, Tukad Unda, Tukad Balian, Kalimas, dan Bondoyudo.
• atur waktu tanam serempak minimal 20 ha luasan sawah.
• tanam bibit pada saat yang tepat, yaitu dengan menanam bibit sebulan sebelum
  puncak kepadatan wereng hijau tercapai.
• tanam jajar legowo.
• pada saat tanaman umur 2-3 minggu setelah tanam bila dijumpai 2 tanaman bergejala
  dari 10 rumpun segera aplikasi insektisida yang efektif mematikan wereng hijau.
• sawah jangan dikeringkan, biarkan kondisi air pada kapasitas lapang agar wereng
  hijau tidak aktif berpencar menyebarkan tungro.
9.  Kerdil rumput (grassy stunt)
Tanaman yang terinfeksi berat akan menjadi kerdil dengan anakan yang berlebihan, sehingga tampak seperti rumput (Gambar 61). Daun tanaman padi menjadi sempit, pendek, kaku, berwarna hijau pucat sampai hijau, dan kadang-kadang terdapat bercak
karat (Gambar 62). Tanaman yang terinfeksi biasanya dapat hidup sampai fase pemasakan tetapi tidak memproduksi malai. Stadia pertumbuhan tanaman yang paling
rentan adalah pada saat tanam pindah sampai bunting. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh wereng coklat, dan tanaman inangnya hanya padi.
10.  Kerdil hampa (ragged stunt)
Patogen penyebab penyakit kerdil hampa adalah virus yang ditularkan oleh wereng coklat. Tanaman yang terinfeksi menjadi kerdil. Gejala lainnya bervariasi tergantung fase pertumbuhan tanaman. Tanaman sehat dan sakit mempunyai anakan yang sama pada awalnya, tanaman sakit tetap hijau pada fase pemasakan dan mempunyai lebih banyak anakan daripada tanaman sehat.
Daun-daun bergerigi merupakan gejala awal yang jelas pada fase awal tanaman muda (Gambar 63). Pinggir daun yang tidak rata atau pecah-pecah dapat terlihat sebelum daun menggulung. Bagian helai daun yang rusak menunjukkan gejala khlorotik, menjadi kuning atau kuning kecoklat-coklatan, dan terpecah-pecah. Infeksi pada daun bendera menyebabkan daun melintir, berubah bentuk, dan memendek pada fase bunting (Gambar 64).
Cara pengendalian
• Karena ditularkan oleh wereng coklat, maka pengendalian yang tepat adalah dengan
  mengendalikan wereng coklat.
C.  Kahat Hara
1.  Kahat Nitrogen (nitrogen deficiency)
Tanaman yang mengalami kahat nitrogen memperlihatkan gejala pertumbuhan tanaman kerdil dan menguning, daun lebih kecil dibandingkan daun tanaman sehat (Gambar 65). Gejala umum kekurangan N pada tanaman muda adalah seluruh tanaman menguning (Gambar 66), sedangkan pada tanaman tua gejalanya terlihat nyata pada daun bagian bawah (tua) yang berwarna hijau kekuning-kuningan hingga kuning. Selain itu, anakan yang dihasilkan berkurang dan terlambat berbunga, tetapi proses pemasakan lebih cepat sehingga kebernasan berkurang. Gabah dari malai yang dihasilkan juga berkurang.
2.  Kahat fosfor (phosphorus deficiency)
Gejala kekurangan fosfor menyebabkan pertumbuhan akar tanaman lambat, tanaman kerdil, daun berwarna hijau gelap dan tegak (Gambar 67), lama-kelamaan daun berwarna keungu-unguan, anakan sedikit (Gambar 68 - tanaman sebelah kanan),
waktu pembungaan terlambat atau tidak rata, umur tanaman/panen lebih panjang, dan gabah yang terbentuk berkurang. Secara umum, P telah diidentifikasi sebagai unsur hara yang penting bagi kesehatan akar tanaman dan menambah ketahanan tanaman terhadap keracunan besi.

3.  Kahat kalium (potassium deficiency)
Tanaman padi yang kekurangan unsur hara K sebagian akarnya membusuk, tanaman kerdil (Gambar 69), daun layu/terkulai, pinggiran dan ujung daun tua seperti terbakar (daun berubah warna menjadi kekuningan/oranye sampai kecoklatan yang dimulai dari ujung daun terus menjalar ke pangkal daun (Gambar 70), anakan berkurang, ukuran dan berat gabah berkurang. Tanaman yang kahat kalium juga lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit, serta keracunan besi.

4.  Kahat belerang (sulfur deficiency)
Gejala kekurangan belerang adalah berupa klorosis pada daun-daun muda (Gambar 71), diikuti dengan menguningnya daun tua dan seluruh tanaman, pertumbuhan kerdil, jumlah anakan dan malai berkurang (Gambar 72). Kekurangan belerang umumnya terjadi pada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah, tanah reduktif, dan atau pH tinggi. Unsur hara S sebenarnya banyak hilang akibat pembakaran sisasisa tanaman.
5.  Kahat seng (zinc deficiency)
Daun tanaman padi yang kahat Zn hilang ketegarannya dan cenderung mengapung di atas air; setengah dari tajuk bagian bawah, daunnya berwarna hijau pucat 2-4 hari setelah digenangi; kemudian khlorotik (Gambar 73) dan mulai mengering setelah 3-7 hari digenangi. Gejala khlorosis yang terberat umumnya terjadi pada saat air menggenang dalam. Gejala kekurangan Zn ini mirip dengan yang dikatakan “asem-aseman” oleh sebagian petani.



6.  Keracunan besi (iron toxicity)
Gejala tanaman yang keracunan besi terlihat dari bercak-bercak kecil berwarna coklat pada daun-daun bawah. Bercak-bercak kecil tersebut berkembang dari pinggir daun kemudian menyebar ke pangkal (Gambar 74) dan berubah warna menjadi coklat, ungu, kuning atau oranye, lalu mati (Gambar 75).  Pertumbuhan dan pembentukan anakan terhambat, sistem perakarannya jarang atau sedikit, kasar, dan berwarna coklat gelap atau membusuk.

PANEN DAN  PASCA PANEN
Usaha perbaikan penanganan panen dan pasca panen padi yang dilakukan petani adalah pemanenan, perontokan, pembersihan, pengeringan, pengemasan, pengangkutan, penyimpanan dan penggilingan.
A.   Pemanenan
Saat ini penanaman padi jenis Varietas Unggul Baru (VUB) yang pada umumnya mudah rontok telah meluas, sehingga saat dan cara panen menentukan besarnya kehilangan hasil dan penurunan mutu gabah. Pemanenan yang terlalu awal, akan menghasilkan lebih banyak gabah hampa, butir hijau dan butir mengapur, sehingga tidak tahan lama disimpan dan rendemen berasnya rendah.  Sebaliknya pemanenan yang terlambat juga mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi, akibat makin mudah rontok dan persentase beras pecahnya meningkat.
Penentuan saat panen yang tepat didasarkan pada penampakan visual gambar 76, kerontokan, dan umur setelah bunga merata serta kadar airnya.  Panen dapat dilakaukan berdasarkan penampakan visual 85 % mulai menguning.  Kerontokan gabah diukur dengan meremas dengan tangan dengan kerontokan  sekitar 25 – 30 %.  Kadar air mencapai sekitar 22 – 25 %.  Umur optimal dalam keadaan seperti diatas  berkisar antara 30 – 35 hari setelah berbunga merata.

Pemanenan yang baik menggunakan sabit yang tajam, sebaiknya bergerigi.  Hasil panen diletakkan ditempat yang beralas.  Penumpukan hasil panen agar dihindari, apabila memungkinkan langsung dirontok.  Apabila hasil panen ditumpuk, hindari dari hujan.



B.  Pasca Panen
1.   Perontokan
Bermacam-macam cara perontokan yang dilakukan petani selama ini, sesuai dengan varietas padi yang ditanam.  Perontokan gabah dilakukan oleh petani dengan cara diiles, dipukul atau dihempas (lihat gambar 78) pada alat bambu atau kayu (gebodan) yang telah disediakan.  Bahkan untuk beberapa daerah yang petani sudah maju dan mampu, sudah menggunakan alat perontok (pedal thresher atau power thresher) lihat pada gambar 79. Pada saat merontok sedapat mungkin dilaksanakan di sawah secepatnya setelah panen untuk segera dikeringkan.  Keterlambatan perontokan dan pengeringan akan mengakibatkan timbulnya butir kuning



Dalam perontokan gunakan alas dari anyaman bambu, tikar plastik atau lantai semenn sehingga gabah hasil perontokan mudah dikumpulkan.  Perontokan dengan cara dihempas (digebod), gunakan tirai plastik dan alas yang cukup luas ( 4 m x 8 m ), untuk menghindari hilangnya gabah yang terhempas.
Pada daerah –daerah yang panennya serentak dan kurangnya tenaga kerja, usahakan menggunakan mesin perontok.  Penggunaan alat perontok pedal atau mesin dapat menghemat tenaga dan mempercepat perontokan, sehingga tumpukan hasil panen di sawah tidak terlalu lama. Alat pedal thresher dapat dimodifikasi dengan menambah baling-baling penghembus untuk memisahkan kotoran dari gabah bernas.
2.   Pembersihan
Pembersihan dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran gabah hampa dan benda asing lainnya.  Pembersihan gabah, masih sering diabaikan oleh petani, padalah pembersihan gabah pada hakekatnya adalah salah satu usaha untuk meningkatkan mutu gabah.  Pembersihan gabah akan mempertinggi daya simpan, mempertinggi efisiensi pengolahan hasil dan mempertinggi harga jual persatuan berat.
Berbagai macam alat cara pembersihan gabah dilakukan petani seperti ayak, dianginkan, bahkan petani sudah ada yang menggunakan blower.  Usahakan agar pembersihan gabah segera setelah perontokan untuk memudahkan pengeringan, sehingga gabah diangkat darin sawah sudak keadaan bersih.
Untuk menekan kehilangan hasil pada tahap pembersihan, petani perlu menggunakan alas tikar, anyaman bambu, karung plastik dan sebagainnya.  Untuk efisiensi, pembersihan awal perlu dilakukan di sawah dengan menggunakan ayakan bambu atau kawat untuk membuang kotoran atau sisa daun dan batang kasar, selanjutnya dilakukan pembersihan dengan menampi atau blower.
3.   Pengeringan
Kegiatan pengeringan merupakan salah satu kegiatan yang terpenting dalam usaha mempertahankan mutu gabah.  Kadar air gabah yang baru di panen berkisar antara 20 % sampai dengan 25 % , sehingga perlu perlu diturunkan kadar airnya melalui pengeringan sampai mencapai kadar airnya 14 %.  Dengan kadar air 14 % gabah tidak mudah rusak sewaktu disimpan, harga jual lebih tinggi serta  diperoleh rendemen giling dan mutu beras yang baik. Pengeringan segera dilakukan setelah pemanenan dan perontokan untuk mencegah timbulnya butir kuning.
Umumnya cara pengeringan yang dilakukan oleh petani di pedesaan melalui penjemuran  yang memanfaatkan sinar matahari, dengan demikian biayanya lebih murah.  Masalahnya apabila pengeringan pada saat panen di musim hujan, sedangkan mesin pengering (dryer) do perdesaan hampir tidak ada.

Tempat pengeringan dianjurkan dilakukan ditempat yang leluasa menerima sinar matahari, bebas banjir dan gangguan unggas dan binatang lainnnya.  Penjemuran gabah yang terbaik dilakukan diatas lantai semen.  Walaupun demikian penggunaan alas lainnnya seperti anyaman bambu, tikar pandan,  terpal plastik masih dapat dianjurkan daripada tanpa menggunakan alas.
Untuk pembuatan lantai jemur (lomporan), permukaan  lantai diplester  dengan semen  dan dibuat bergelombang, agar intensitas  penyerapan panas matahari menjadi tinggi, permukaan lebih luas, air hujan lebih cepat mengalir dan lantai jemur cepat kering.
Penjemuran pada cuaca cerah dilakukan pada ketebalan gabah 5 – 7 cm dan berulangkali dibolak-balik ( 1 – 2 jam sekali ).  Pembalikan gabah dapat dilakukan dengan bantuan alat yang terbuat dari kayu atau bambu. Untuk penjemuran dianjurkan mulai jam 7.00 sampai dengan 16.00 tergantung intensitas sinar matahari.  Proses pengeringan melalui sinar matahari memerlukan  waktu beberapa hari.  Jika gabah yang dijemur cukup besar, maka pada malam hari, gabah diatas lomporan dibiarkan dengan cara digunduk  dan ditutupi dengan plastik guna menghindari hujan  atau embun.
Apabila pengeringan diwaktu musim hujan, gabah sebaiknya dihamparkan pada suatu ruangan  dengan ketebalan 2 -3 cm dan dibolak-balik setiap 1 -2 jam serta usahakan agar pertukaran udara dalam ruangan cukup baik (misalnya menggunakan kipas angin atau blower).  Sebagai pengganti sinar matahari dapat menggunakan lampu petromax, bahan panas sekam atau bahan panas lainnya. Untuk menghindari gabah rusak dan berjamur dapat dilakukan pengeringan secara bertahap.  Pengeringan tahap pertama dilakukan sampai kadar air 18 %, sehingga gabah dapat disimpan sementara sambil menunggu pengeringan tahap kedua bila cuaca telah memungkinkan.
Apabila menggunakan mesin pengering (dryer) milik kelompok atau swasta, dalam rangka menghemat biaya gunakan cara pengeringan bertahap, yaitu pada tahap pertama  dengan menurunkan kadar air sampai 18 %.  Untuk pengeringan selanjutnya  gunakan lantai jemur setelah cuaca memungkinkan.
4.   Pengemasan dan Pengangkutan
Kegiatan pengemasan/pewadahan gabah bertujuan untuk menekan kehilangan, medahulukan penanganan dan mempertahankan mutu. Kegiatan tersebut dapat berlangsung mulai pemanenan, perontokan, pembersihan, pengeringan, pengangkutan dan penyimpanan.
Pengemasan gabah untuk tujuan pengangkutan maupun penyimpanan dapat menggunakan karung goni atau karung plastik yang baik.  Hindari penggunaan ganco (alat pengait dari besi) pada saat memuat agar karung tidak rusak atau bocor.
Pengemasan gabah untuk sementara dapat dilakukan dengan menggunakan bakul ( cepon ) dari bambu.  Dalam pengangkutan gadabh usahakan pengemasan sesuai alat pengangkutan, mudah didapat dan aman dari gangguan hujan.
5.   Penyimpanan
Tujuan penyimpanan dimasudkan untuk memperpanjang masa penyiapan bahan pangan.  Dalam penyimpanan, perhatikan  sifat  dan mutu  dan kondisi gabah serta kontruksi tempat penyimpanan.  Penyimpanan yang baik adalah mempertahankan karakteristik gabah setelah penanganan panen, perontokan dan penggilingan.  Selama penyimpanan mutu gabah dan beras tidak dapat diperbaiki.
Gabah yang akan disimpan harus memenuhi syarat  penyimpanan antara lain kadar air 14 % dan kebersihan gabah (kotoran  maksimum 3 %). 
Gunakan karung baru untuk pengemasan, apabila menggunakan karung bekas harus direndam  dahulu dalam air panas untuk membunuh hama-hama gudang kemudian dijemur sampai kering.
Tempat penyimpanan harus memenuhi syarat  sanitasi, sirkulasi udara, kapasitas  dan konstruksi gudang.  Letak gudang harus startegis dan usahakan bangunan memanjang dengan arah dari timur ke barat untuk menghindari sinar matahari yang terlalu lama.  Lumbung atau gudang harus dibersihkan dahulu dari kotoran-kotoran, hama gudang (terutama hama Sithophilus Oryzaeel, Sititroga cerellela, Rhizoperta dominica F) dan disemprot dengan cairan insektisida yang dianjurkan misalnya silosan 25 EC, Nuvan 50 EC atau Damfin 950 EC.  Penyemprotan gudang dilakukan setelah jam 14.00, gudang ditutup setelah disemprot.
Perhatikan konstruksi gudang dari kemungkinan kembocoran, sirkulasi udara yang cukup dan sistem pengamanan serangan hama tikus. Gudang yang berlanatai semen harus menggunakan alas kayu (lantai palsu ± 15 cm diatas lantai).  Cara demikian untuk menghindari kontak langsung antara barang yang disimpan dengan lantai.
Gabah disimpan dalam bentuk curah atau dalam karung, yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan dengan bentuk curah adalah adanya sirkulasi udara  panas dan udara dari dalam gabah curah.  Hal tersebut dapat dibantu dengan membuat cerobong-cerobong udara dari bambu yang dibenam dalam gabah curah.
Secara periodik perlu dilakukan penjemuran ulang bagi gabah-gabah yang disimpan lama.  Hindari penggunaan pestisida terhadap gabah yang disimpan, sebelum petani mengetahui cara penggunaan dan daya racunnnya.
6.   Penggilingan
Mutu dan rendemen beras yang dihasilkan  dalam penggilingan dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain
a.     Varietas padi dan perlakuan pra panen
b.    Perlakuan pasca panen
c.     Macam alat/mesin penggilingan gabah
d.    Keahlian operator.
            Gabah yang akan digiling harus seragam  dan bersih, sedapat mungkin tidak ada pencampuran dengan varietas lain.  Persyaratan kualitas gabah adalah sebagai berikut :
a.  Kadar air                              maksimal          14 %
b.  Butir kuning/rusak                 maksimal            3 %   
c.  Butir hampa/kotoran              maksimal           3 %
d.  Butir mengapur/hijau              maksimal           5 %
e.  Butir merah                           maksimal            3 %
            Gabah yang baru dikeringkan, angin-anginkan dahulu, sebaliknya gabah yang baru diambil dari gudang  perlu dijemur lebih dahulu sebelu digiling agar tercapai keseimbangan dan keseragam kadar air.  Kadar air gabah optimal untuk proses penggilingan adalah antara 13 – 14 %.
            Mesim giling yang digunakan hendaknya dalam kondisi baik, minimal terdiri atas satu mesin pengupas sekam rool karet dan satu mesin penyosoh.  Setelah proses pengupasan sekam, beras pecah kulit sebaiknya dimasukkan dahulu ke alat pemisah gabah.  Dengan menggunakan alat pemisah gabah, rendemen dan mutu beras dapat ditingkatkan.

DAFTAR ISTILAH

Bunting (Booting). Penggembungan pelepah daun karena membesarnya malai muda dan pengembangannya bergerak ke atas di dalam bagian atas pelepah daun.
Coleoptile. Pelindung berbentuk silinder yang melindungi plumule muda.
Caryopsis. sekam-kulit gabah
Dough grain. Tahap dimana isi dari gabah serupa susu berubah menjadi massa (adonan) lunak dan selanjutnya mengeras.
Egg. Ovum betina, mengenai sel telur betina produktif
Pembuahan (Fertilization). Bersatunya serbuk sari jantan dan sel telur (betina) mengawali proses reproduksi.
Floret. Sekelompok spikelet, termasuk lemma, palea, dan bunga.
Pembungaan. Tahap ketika antera pada terminal spikelet menonjol keluar dan menaungi serbuk sari
Berkecambah sampai muncul keluar. Periode yang ditandai dengan keluarnya radikula atau koleoptil dari embryo yang berkecambah
Heading. Munculnya atau keluarnya malai dari pelepah daun bendera
Gabah matang. Tahap ketika gabah pada malai menjadi kuning, berisi penuh dan keras
Gabah masak susu. Tahap ketika karyopsis yang konsisten berair berubah menjadi larutan seperti susu.
Ovary. bagian dasar dari putik mengandung satu ovule.
Panicle initiation. Tahap ketika primordial vegetatif berubah menjadi primordial reproduksi.
Panicle primordium. Malai pada tahap perkembangan rudimentary  
Pistil. Organ reproduksi betina terdiri atas ovary, style dan stigma
Plumule. Embryonik daun tanaman muda dalam embryo. Tertutup koleoptil.
Pollen shedding. Jatuhnya tepung sari dari anther ke pistil.
Daun primer. Awal bakal daun, tanpa tulang daun (blade)
Anakan primer. Anakan muncul dari ruas batang terbawah dari batang utama
Radikula. Embryonik akar primer
Fase reproduktif . Periode dari pembentukan malai sampai berbunga
Fase vegetatif. Periode dari benih berkecambah sampai pembentukan malai.
Fase pematangan. Periode dari berbunga sampai gabah matang
Seedling stage. Periode ketika tanaman padi membentuk 5 daun pertama sampai terbentuk anakan
Pengembangan akar sekunder. Akar muncul dari ruas batang pada bagian dasar tanaman
Anakan sekunder. Anakan muncul dari anakan primer.
Seminal roots. Cabang akar yang jarang yang menggantikan radikula dan selanjutnya digantikan oleh akar adventitious.
Layu (Senescense). Penuaan dan pengeringan daun dan anakan nonproduktif
Varietas umur dalam. Varietas yang matang dalam 150 hari atau lebih
Varietas genjah. Varietas yang matang dalam 120 hari atau kurang.
Spikelet. Bulir, unit dasar dari pembungaan padi terdiri atas dua lemma steril, rachilla, dan floret.
Tahap pemanjangan batang. Memanjangnya internode ke 4 dari varietas genjah disebelah bawah dimana malai primordia muncul.
Anakan tersier. Anakan muncul dari anakan sekunder.



RUJUKAN
Anonim, 2006. Perontok Padi Model Lipat , Mengurangi Susut Panen Padi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
-----------, 2005. Panduan Penerapan Teknologi Produk Olahan. Departemen Pertanian, Jakarta.
----------, 1985. Perbaikan Teknis Pasca Panen Padi. Departemen Pertanian, Jakarta.
Dobermann A, Fairhurst TH. 2000. Rice: Nutrient Disorders & Nutrient Management. International Rice Research Institute (IRRI), Potash & Phosphate Institute (PPI), and Potash & Phosphate Institute Canada (PPIC).

International Rice Research Institute. 2003. Rice Knowledge Bank (CD version). International Rice Research Institute, DAPO Box 7777, Metro Manila, Philippines.

Mew TW, Castilla NP, Elazegui FA, Vera Cruz CM. 2001. The etiology of red stripe of rice: current status and future directions in IRRN 26.1/2001. International Rice Research Institute.

Momon Rusmono, 1995. Penanganan Panen dan Pasca Panen, Akademi Penyuluhan Pertanian, Bogor

Pepet M. Sjafei. 1995. Panen dan Pengolahan Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Reissig WH, Heinrichs EA, Litsinger JA, Moody K, Fiedler L, Mew TW, Barrion AT. 1986. Illustrated Guide to Integrated Pest Management in Rice in Tropical Asia. International Rice Research Institute, DAPO Box 7777, Metro Manila, Philippines.

Shepard BM, Barrion AT, Litsinger JA. 1995. Ricefeeding insects of tropical Asia. International Rice Research Institute, DAPO Box 7777, Metro Manila, Philippines.

Suparyono dan Agus Setyono. 1993. Padi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Untung K, Harsono Lanya, dan Yadi Rusyadi (penterjemah). 1995. Permasalahan
        Lapangan tentang Padi di Daerah Tropika. International Rice Research Institute, DAPO Box 7777, Metro Manila, Filipina.
S.S. Virmani, Fangming Xie, M.A. Bell, dan Satoto, Padi Hibrida,

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar